BUDIDAYA SIDHAT 1
Ikan Sidhat Indonesia Diincar JepangKOMPAS.com — Benar jika dikatakan bahwa kekayaan kelautan dan perikanan Indonesia termasuk yang terbesar di dunia. Buktinya terlihat dari salah satu spesies ikan kegemaran warga Jepang, yaitu ikan Sidhat atau unagi, yang banyak hidup di perairan Indonesia. Benih ikan Sidhat yang bisa hidup di air tawar dan asin itu ternyata menjadi incaran pengusaha perikanan Jepang karena harganya yang terbilang wah dan bisa mengucurkan yen ke kantong. Ambil contoh, ikan Sidhat jenis marmorata. Untuk membeli satu kilogramnya saja, Anda harus menyediakan uang setidaknya Rp 300.000. Namun, ada juga 5 jenis ikan Sidhat lainnya yang salah satunya dijual seharga Rp 150.000 per kg, yakni jenis bicolor. Benihnya banyak ditemukan di perairan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Sampai saat ini, manusia belum bisa melakukan pemijahan terhadap benih ikan Sidhat tersebut. Pasalnya, ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam setelah benur lahir dan menjadi benih. Biasanya anakan Sidhat akan berenang ke muara sungai. Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian datang masa pemijahan lagi. "Jepang yang memiliki teknologi tinggi pun sampai sekarang belum bisa melakukan pemijahan tersebut," papar Made Suita, Kepala Balai Pelayanan Usaha (BLU) Tambak Pandu, Karawang, Minggu (14/3/2010). Alhasil, untuk pembudidayaan ikan Sidhat tersebut, benih harus didatangkan dari alam. Beberapa daerah yang sudah memiliki sebaran tersebut adalah perairan Poso, Manado, selatan Jawa terutama perairan Palabuhan Ratu, dan perairan di barat Sumatera. Namun, tidak semua daerah itu benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara untuk menangkapnya. Made menyebutkan, nelayan yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap benih Sidhat itu baru nelayan yang ada di Palabuhan Ratu. Wilayah ini memiliki palung dan muara sungai yang mengalir ke laut. Nurdin selaku Kepala Bagian Budidaya di BLU Pandu Karawang bilang, kini sudah ada yang mengomersialkan keberadaan benih itu, terutama nelayan yang ada di Palabuhan Ratu. Mereka sudah mengetahui potensi pasar benih ikan Sidhat, yang satu kilogramnya atau sekitar 5.000 benih dijual seharga Rp 150.000 per kg. Pembelinya pun kebanyakan datang dari Taiwan, Korea, China, Vietnam, dan tentunya Jepang. Namun sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti keberadaan bibit ikan Sidhat tersebut. Di Poso dan Manadi, misalnya, benih ikan Sidhat tersebut bahkan dijadikan ikan yang digoreng dengan rempeyek. Menurut Nurdin, ketika warga tidak mengetahuinya, ikan Sidhat itu menjadi ikan biasa seperti teri. Pembeli benih ikan Sidhat dari berbagai negara kini sudah banyak mengincarnya. Sementara itu, pembeli benih domestik hanya memanfaatkannya untuk kebutuhan budidaya yang ada di Karawang, Cirebon, dan Indramayu. Yang menyulitkan bagi pembudidaya di dalam negeri adalah mereka tidak memiliki akses langsung ke pasar ekspor. Adapun di pasar dalam negeri, mereka tidak bisa berharap banyak karena konsumen domestik tidak menyukai ikan Sidhat dan juga karena harganya yang mahal. "Untuk membudidayakannya juga ada persyaratan jika ingin ekspor ke Jepang sehingga pembudidaya ikan Sidhat sulit untuk ekspor ke sana," kata Nurdin. Salah satu cara untuk bisa menembus pasar Jepang adalah dengan menjalin kerja sama terhadap perusahaan Jepang yang sebelumnya sudah berbisnis ikan Sidhat. Nurdin bilang, ikan Sidhat cukup mahal karena proses perawatannya yang membutuhkan waktu lebih panjang, yakni 3-4 bulan. Adapun pakan utamanya adalah pelet dengan protein tinggi yang dijual seharga Rp 9.000 per kg. Selain itu, ikan juga butuh pakan tambahan berupa keong mas yang sudah dipotong-potong. Dalam perawatannya pun, suplai oksigen harus dijaga karena ikan Sidhat membutuhkan air dengan tingkat larutan oksigen tinggi. Adapun tingkat kehidupan rata-rata ikan Sidhat tersebut mencapai 75 persen dari bibit yang ditebar. "Jika ingin detailnya, maka silakan datang ke BLU Tambak Pandu Karawang. Kami akan berikan informasi detailnya," undang Nurdin. Saat ini di BLU Pandu Karawang terdapat mitra kerja sama dari Jepang, yakni Asama Industry Co Ltd. Mitra ini bekerja sama dengan PT Suri Tani Pemuka yang melakukan kerja sama untuk memproduksi ikan Sidhat di BLU Pandu Karawang. Ikan Sidhat yang sudah diproduksi tersebut bisa diekspor langsung ke Jepang karena sudah ada yang menampung. Sayang, Made tidak mau menyebutkan angka ekspor dari perusahaan mitranya tersebut. Saat ini yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan Sidhat adalah membuka kerja sama dengan pemasok ikan Sidhat yang ada di pasar dunia. Menurut Made, pasar yang sangat menarik dan belum banyak disentuh adalah pasar ikan Sidhat untuk kebutuhan non-Jepang. "Yang mengonsumsi itu tidak hanya Jepang. Taiwan, Korea, dan China juga sangat menyukai ikan ini," ungkap Made. Butuh proteksi ekspor benih Masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan Sidhat ini adalah masalah daya saing yang ketat dengan negara produsen lainnya. Negara yang sudah mengembangkan budidaya ikan Sidhat ini adalah Vietnam dan Korea, demikian juga dengan Jepang sendiri. Anehnya, kata Made, budidaya di dua negara tersebut mendapatkan benih ikan Sidhat dari Indonesia. Padahal, kata Made, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memproteksi ekspor benih ikan Sidhat dengan alasan guna melindungi spesies dan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. "Namun, pembudidaya ikan Sidhat di Jepang itu sendiri ternyata adalah orang Indonesia," ungkap Made. Termasuk yang ada di Korea dan juga Vietnam, benih ikan Sidhat itu diindikasi berasal dari Indonesia. Made mengindikasi bahwa banyak benih ikan Sidhat dari Indonesia berseliweran keluar negeri dan dibudidayakan di luar negeri. "Kontainer saja yang besar bisa diselundupkan, apalagi benih yang kecil ini," ujar Made. Jika penyelundupan benih itu bisa diatasi, maka produksi ikan Sidhat dari budidaya di dalam negeri bisa sangat diandalkan sebagai nilai tambah bagi pembudidaya di dalam negeri, termasuk menambah devisa negara. (Asnil Bambani Amri/Kontan) |
Salam kenal para pecinta AgriminaKami PT. Lintasglobal Investama dengan Aquatic Techno Park – Tambak Pandu Karawang Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departeman Kelautan dan Perikanan, bekerjasama dalam program pengembangan budidaya Ikan Sidhat. Pada hari Senin tanggal 27 Agustus 2007 lalu, Tambak Pandu, untuk pertama kalinya telah berhasil mengekspor 30 Ton ikan Sidhat atau Anguilla sp, menuju negara-negara di Asia Timur, yakni Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang. Ekspor perdana tersebut dilepas dari Tambak Pandu di Desa Pusakajaya Utara,Kabupaten Karawang, Jawa Barat, oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dan Wakil Gubernur Jawa Nu'man A.Hakim. Dibutuhkan waktu dua tahun, untuk menemukan formula tepat bagi pembesaran ikan Sidhat. Ternyata, ikan ini tumbuh baik pada suhu 29-31 derajat Celsius, dengan tingkat salinitas lima per mil, oleh karena.teknologi pembesaran ikan Sidhat telah dikuasai, maka secepatnya DKP akan mengembangkan ikan Sidhat di beberapa daerah, antara lain di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Likupang, Sulawesi Selatan. Setiap tahunnya, Jepang membutuhkan ikan Sidhat sebanyak 100.000 ton, dengan hanya sekitar 20.000 ton yang diproduksi dari dalam negeri maka Jepang, mengimpor 80.000 ton ikan Sidhat, dengan 60.000 ton diantaranya diimpor dari China. Budidaya ikan Sidhat di Indonesia, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan Jepang atas ikan Sidhat sebagai bahan baku makanan seharga per kilogram antara 4.000-6.000 yen, setara Rp 350.000 hingga Rp 450.000.sehingga Indonesia dapat menyubtitusi China sebagai eksportir ikan Sidhat, karena ikan Sidhat produksi China seringkali ada bercak- bercak akibat jamur. Sementara, konsumen Jepang menginginkan produk yang sempurna. SEKILAS IKAN SidhatPerubahan iklim telah mengubah pola migrasi ikan Sidhat di perairan laut Kepulauan Indonesia. Jika biasanya ikan ini hanya bisa dilihat di laut selama setengah tahun, namun saat ini belut laut ini muncul sepanjang tahun. Bentuknya seperti ular. Namun secara biologis karena memiliki insang dan sirip dia masuk kelompok ikan. Orang Indonesia biasa menyebutnya ikan Sidhat (belut laut tropis) atau bahasa latinnya anguilla sp. Jarang sekali ikan ini dikonsumsi oleh orang pribumi. Meski demikian, jangan remehkan ikan ini dari bentuknya. Sebab kandungan nutrisi ikan ini berada di atas rata-rata semua jenis ikan. Bahkan, di Eropa, Amerika, dan Jepang ikan ini laris manis dan menjadi konsumsi dari kalangan menengah ke atas karena harganya cukup mahal. Bahkan sebagian orang Jepang percaya bahwa dengan mengonsumsi ikan ini bisa menambah stamina dan memperpanjang umur. Meskipun terkesan hanya sebagai mitos, namun secara medis ikan ini memang memiliki kandungan nutrisi protein, karbohidrat, serta omega 3 yang tinggi. Sehingga menguatkan fungsi otak dan memperlambat terjadinya kepikunan. Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil ikan Sidhat jenis tropis yang melimpah. Menurut Peneliti Bidang Sumber Daya Laut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hagi Yulia Sugeha menyatakan RI berpotensi menjadi penghasil ikan Sidhat terbesar di dunia. Sebab, ikan Sidhat jenis tropis yang ada di perairan laut Indonesia memiliki karakter yang unik. Sidhat betina tropis memiliki kemampuan reproduksi sembilan kali lebih banyak ketimbang jenis ikan Sidhat dari lintang tinggi. Ini bisa dilihat dari jumlah telur yang dibawa dalam perutnya. Selain itu kemampuan memijahnya pun sepanjang tahun. Dengan kemampuan bertelur mencapai ratusan ribu bahkan jutaan telur, maka ikan ini sangat potensial untuk dibudidayakan. "Ikan Sidhat merupakan menu paling mahal di Jepang disebut sebagai unagi tahun 2000-an harga ikan ini di pasar 700 yen per ekor (saat itu sekira Rp490 ribu per ekor). Tapi kalau sudah diolah yang siap makan di restoran harganya 5.000 yen per porsi. Itu hanya orang kaya yang beli padahal hanya 1 potong," katanya. Meski demikian, kata dia, ikan Sidhat kini mulai menunjukkan pola hidup yang berbeda. Menurut Yulia, ini bisa disebabkan oleh perubahan iklim atau kondisi air yang tercemar. Selama ini dilaporkan ikan ini akan muncul di lautan hanya setengah tahun. Namun ternyata berdasarkan penelitian yang dia lakukan di Muara Sungai Poigar sebelah utara pulau Sulawesi, ikan ini bisa muncul sepanjang tahun. Selain itu, komposisi spesies ikan Sidhat yang masuk ke perairan laut Indonesia pun bisa berbeda. Dalam satu tahun bisa dominan Sidhat jenis spesies celebesensis, sedang tahun berikutnya bisa dominan marmorata. Pengamatan yang dilakukan Yulia bersama empat peneliti dari Jepang selama kurun 1997-1999, terungkap bahwa pola migrasi Sidhat Muara Sungai Poigar Sulawesi tercatat ada tiga karakter spesies Sidhat yang melimpah. Yakni, jenis anguilla celebesensis, marmorata, dan bicolor pacifica. Selama tiga tahun penelitian celebesensis merupakan spesies paling melimpah dengan angka 73,5 persen, 79,5 persen, dan 81,9 persen. Marmorata merupakan spesies dengan kelimpahan nomor dua dengan persentase 23,8 persen, 18,8 persen, dan 17,7 persen. Sedangan bicolor pasifika hanya 2,7 persen, 1,7 persen, dan 0,3 persen. "Selama awal bulan, belut laut ini tampak lebih melimpah saat laut pasang ketimbang saat surut. Dari hasil penelitian ini menemukan bahwa ikan Sidhat akan menjadi melimpah saat awal bulan dan saat laut pasang," katanya. Namun selama empat tahun terakhir penelitian yang dilakukan Yulia bersama tim peneliti LIPI, ditemukan pola migrasi yang berbeda dari ikan ini. Menurut dia, ikan Sidhat telah mengubah tingkah laku migrasi. Dia bersama tim peneliti baru saja melaporkan tentang perubahan dominasi spesies. Celebesensis yang sebelumnya tampak melimpah kini telah digantikan oleh marmorata. Toh meskipun, kata dia, dalam bermigrasi celebesensis memang lebih dekat ke Indonesia dibandingkan marmorata dan bicolor pasifika. "Kami menduga perubahan siklus ini karena dia mengikuti siklus perubahan iklim. Jadi mungkin 10 tahun kemudian bisa jadi celebesensis akan dominan lagi. Lha kalau dipengaruhi lagi oleh perubahan iklim itu bisa berubah sebab spesies yang bermigrasi sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim atau lingkungan. Jadi apabila lingkungan berubah, maka pola migrasinya juga akan berubah. Misalnya sungainya rusak, tercemar dan lainnya," paparnya. Para ilmuwan memang sudah terlanjur khawatir. Bahwa pada 2030 mendatang diperkirakan banyak spesies akan punah. Namun kenyataannya dilaporkan bahwa Indonesia merupakan tempat bagi tujuh dari 18 spesies ikan Sidhat yang ada di dunia. Bahkan hasil penelitian yang dilakukan Yulia dan Tim LIPI menemukan lima jenis spesies baru yang karakternya belum pernah di laporkan ada di dunia. Sehingga berpeluang menjadi spesies baru di luar angka 18 spesies yang telah tercatat tersebut. Selain itu, dia menemukan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi tempat tinggal tujuh spesies Sidhat, namun juga ditemukan dua spesies lainnya yang termasuk bagian dari 18 spesies tersebut. Artinya Indonesia berpeluang ditempati sembilan spesies Sidhat yang pernah dikenal di dunia. Tidak hanya itu, spesies moyang dari Sidhat yakni anguilla borneensis merupakan spesies yang hanya ada di Indonesia dan statusnya sudah endemis atau terancam punah. Wilayah Indonesia memang sangat memungkinkan sebagai tempat favorit Sidhat, karena karakter ikan Sidhat yang suka bertelur di wilayah gugusan pulau. Selain itu banyaknya gunung dan danau merupakan surga bagi ikan ini. Yulia bersama Tim peneliti sempat menemukan ikan Sidhat yang sudah berumur 15 tahun dengan ukuran panjang 1,72 meter dan berat 15 kg. Tingkat pertumbuhannya memang tinggi di daerah tropis. "Curiga saya jangan-jangan 18 spesies dunia awal penyebarannya dari Indonesia kemudian menyebar ke daerah lain," katanya. Mempelajari pola karakter hidup ikan Sidhat memang unik. Ikan ini bisa hidup di air tawar maupun asin, dipercaya inilah yang menyebabkan metabolisme dan daya tahan tubuh ikan ini menjadi tinggi sehingga kandungan nutrisinya pun tinggi. Ikan Sidhat dewasa akan bereproduksi di laut. Sementara jutaan anakan-anakan ikan ini akan bermigrasi mencari muara dan menuju air tawar dan tinggal di sana selama bertahun-tahun. Setelah dewasa Sidhat akan kembali mencari laut untuk bereproduksi begitu terus siklusnya. Ini terbalik dari ikan salmon yang justru mencari air tawar untuk melakukan reproduksi, dan anak-anaknya yang akan bermigrasi mencari laut. Namun menurut Yulia, memang ada yang berubah dari pola migrasi Sidhat. Temuan lain yang dia dapatkan bersama tim peneliti adalah pola migrasi yang tidak sama antara Indonesia bagian barat, tengah, dan timur. Penelitian yang dilakukan secara serentak di tiga wilayah tersebut dengan melibatkan banyak anggota tim peneliti menemukan bahwa musim kemarau merupakan puncak kelimpahan Sidhat di Indonesia bagian tengah yakni pada bulan April - Oktober. Namun kebalikannya, justru Indonesia bagian barat dan timur kelimpahannya rendah saat musim kemarau. "Jadi kemungkinan ketemu kelimpahannya di musim penghujan. Nah implikasinya buat pengelolaannya tidak boleh sama. Kebiasaan di Indonesia, jika satu budi dayanya seperti ini maka yang lainnya juga sama. Padahal musimnya saja beda," paparnya. Hingga saat ini, memang eksploitasi ikan Sidhat masih mengandalkan hasil tangkapan alam. Biasanya ikan Sidhat ditangkap saat anakan untuk kemudian diekspor atau pada ukuran yang sudah besar. Meskipun di Indonesia potensinya memang melimpah dan belum tergali, namun menurut Yulia hingga saat ini belum ditemukan lokasi di mana ikan Sidhat ini bertelur dan bereproduksi. Jika sudah ditemukan lokasi dan karakternya, tentu akan sangat membantu pengembangan budi dayanya. Selain itu, dia mengkhawatirkan masih ada spesies lain ikan Sidhat di negeri ini yang belum ditemukan. Kekhawatirannya spesies tersebut sudah punah lebih dulu sebelum dilakukan pencatatan akibat eksploitasi yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan ikan ini. (Abdul Malik / Sindo / mbs) |
Budi Daya Ikan Sidhat Peluang Ekspor yang Sangat MenggiurkanJakarta – Ikan Sidhat (Anguilla sp) mungkin tidak dikenal oleh banyak orang di sini. Tapi, di berbagai negara ikan Sidhat jadi makanan primadona yang harganya sangat mahal. Ikan Sidhat adalah sejenis belut, namun bentuknya lebih panjang dan besar. Ada yang mencapai 50 cm. Memang tidak enak dilihat. Tapi siapa sangka, konsumen asing menganggap cita rasa ikan Sidhat enak dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kalau di restoran Jepang, ikan ini sebutannya Unagi. Kandungan vitamin A mencapai 4.700 IU/100 gram, sedangkan hati ikan Sidhat lebih tinggi lagi, yaitu15.000 IU/100 gram. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan Sidhat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan Sidhat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram. Teknologi budi daya masih baru di Indonesia. Budi daya ikan Sidhat di Indonesia baru ditemukan sekitar tahun 2007 oleh Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang, yang merupakan UPT Ditjen Perikanan Budi Daya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Padahal ikan Sidhat sudah cukup lama dibudidayakan di Jepang dan Thailand. Asal tahu saja, pengembangan budi daya kedua negara menggunakan benih dari Indonesia. “Melihat permintaan pasar dunia yang sangat besar mendorong kami untuk melakukan penelitian budi daya ikan Sidhat,” kata Kepala Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang Made Suitha. Sidhat kini menjadi salah satu peluang bisnis yang sangat besar. Ekspor ikan Sidhat terutama ke Macau, Taiwan, Jepang, China dan Hongkong. Potensi pasar negara lain yang belum digarap antara lain Singapura, Jerman, Italia, Belanda dan Amerika Serikat. Peluang ekspor dari Indonesia kian terbuka lebar. Produksi ikan Sidhat dari Jepang dan Taiwan mulai terbatas karena kekurangan bahan. Kedua negara otomatis mengurangi ekspor, sedangkan produksi ikan Sidhat dari China diketahui menggunakan zat kimia. Negara produsen ikan Sidhat akhirnya mencari alternatif pasar benih, termasuk dari Indonesia. “Tapi Indonesia tidak akan menjual benih, lebih baik dikembangkan di sini sehingga investor dari luar juga datang,” tegas Made. Harga ikan memang sangat menggiurkan. Harga di tingkat petani ikan Sidhat untuk elver dengan harga jual antara Rp. 250.000/kg. Untuk ukuran 10-20 gram berkisar antara Rp 20.000-Rp 40.000/kg, sedangkan ukuran konsumsi >500 gram untuk jenis Anguilla bicolor pada pasar lokal rata-rata Rp 75.000/kg; jenis Anguilla marmorata Rp 125.000-Rp 175.000/kg. Bantuan Teknologi Pengembangan budi daya ikan Sidhat di Pandu Karawang sangat berhasil. Made mengungkapkan bahwa harga ikan yang cukup tinggi menarik masyarakat untuk membudidayakan ikan Sidhat. Bahkan Pandu Karawang siap memberikan bantuan dalam bentuk teknologi budi daya bagi masyarakat yang ingin berwirausaha. Saat ini, beberapa kelompok masyarakat melakukan pembudidayaan ikan Sidhat di tambak Pandu Karawang, namun juga ada yang perorangan. “Kami menyediakan lahan yang bisa disewa maksimal dua tahun. Setelah itu mereka harus mandiri, untuk memberi kesempatan pada masyarakat lain yang ingin belajar budi daya ikan Sidhat,” jelas Made. Budi daya ikan Sidhat relatif tidak sulit. Apalagi rasio hidup sangat tinggi, sekitar 90 persen, karena punya data tahan kuat terhadap penyakit. Made mengemukakan, lamanya budi daya ikan Sidhat tergantung ukuran benih. Dia mengatakan, paling banyak yang dibudidayakan adalah ukuran 200 gram untuk menghasilkan panen ukuran > 500 gram. Lama budi daya maksimal lima bulan. Tingkat produktivitasnya juga cukup bagus. Untuk satu ton benih, diperkirakan bisa menghasilkan 5 ton ikan Sidhat. Sekarang, semakin banyak investor yang berkeinginan membudidayakan ikan Sidhat, sebab, budi daya ikan Sidhat dipastikan menguntungkan. Tertarik? |
|
Investasi Budidaya Ikan Sidhat ( Anguilla sp.)
|
Usaha Budidaya Sidhat (Anguilla spp.) Tidak seperti halnya ikan mas, ikan patin, udang windu, ikan lele dan lobster air tawar, pengembangan usaha budidaya Sidhat di Indonesia masih sulit dilaksanakan, apalagi penyediaan benih ikan ini betul-betul tergantung alam. Pemeliharaan benih Sidhat di kolam-kolam belum popular, karena ikan ini karnivor dan kanibal. Benih yang didapat dari alam ditampung dan diberi makan cacing halus. Umumnya, hasil budidaya Sidhat ini diekspor. Tujuan ekspor benih Sidhat ke luar negeri, terutama Jepang, negeri yang perikanan Sidhatnya sudah sangat maju tetapi sangat membutuhkan benih cukup banyak. Untuk menambah pengetahuan dan alih teknologi, berikut diterangkan budidaya Sidhat yang dilakukan di Jepang. * PENYEDIAAN PAKAN Sebelum mengumpulkan benih Sidhat, persediaan pakan harus disiapkan terlebih dahulu. Sebelum pakan buatan ditemukan, ikan rucah digunakan sebagai pakan Sidhat. Pakan buatan yang tersedia adalah dalam bentuk tepung. Untuk ransum makanan, pakan buatan dicampur air dengan rasio 1 : 1. kadang-kadang, dapat juga ditambah obat-obatan dan cacahan ikan runcah. Campuran pakan ini diaduk sehingga berbentuk adonan dan segera diberikan kepada Sidhat sebelum menjadi keras. Kandungan protein yang dibutuhkan dalam pakan elver, Sidhat muda dan dewasa berturut-turut adalah 55,50 dan 45%. Sedangkan kandungan lemak dalam ransum makanan pada umumnya 3%. Ransum makanan yang diberikan sebanyak 2-6% berat total tubuh sampai ikan tumbuh menjadi 40g, kemudian ransum makan yang diberikan hanya 1-3% berat total tubuh. Peternak harus mengamati aktivitas makan Sidhat dengan cermat dan mengatur ransum makanan sehingga Sidhat dapat mengkonsumsi semua pakan dalam satu jam atau lebih baik lagi dalam waktu 30 menit. Pakan buatan haru disimpan di tempat dingin dan kering, dalam cold strorage (ruang pendingin), dan pakan yang baru harus dibeli setiap satu atau dua minggu dari pabriknya. * PENGUMPULAN BENIH Sidhat Elver dikumpulkan dari daerah muara sungai ketika mereka mulai beruaya ke arah sungai, yaitu saat akhir musim gugur sampai musim dingin di Jepang. Nelayan mengumpulkan elver dengan seser atau jarring penangkap serta menggunakan lampu untuk menarik perhatiannya. Ukuran mata jaring alat tangkap tersebut adalah 0,7-1,0 mm. Elver yang terkumpul kadang disimpan dalam kandang elver, yaitu kotak kayu yang mempunyai saringan di dasarnya. Ketika elver mencapai kepadatan tertentu, mereka dipindahkan ke bak-bak pemeliharaan. Elver harus ditangani dengan hati-hati untuk mencegah kematian karena luka-luka. Ukuran elver adalah 0,15-0,2g berat tubuh dengan panjang total 50-60 cm. * PEMELIHARAAN ELVER DAN Sidhat MUDA Peternak Sidhat membeli elver dari pemasok. Elver yang akan dibeli diperiksa dahulu untuk meyakinkan bahwa benih Sidhat tidak luka, berpenyakit, atau lemah. Terkadang, elver direndam dalm larutan obat beberapa saat, guna mencegah pertumbuhan bakteri patogen, sebelum dimasukan ke bak pemeliharaan. Elver dipelihara di dalam bak berkapasitas 30-50m² dengan kedalaman 50-70 cm. Bak-bak diletakkan di dalam ruangan. Tiga atau empat hari pertama, anak Sidhat ini harus aklimatisasi sesuai kondisi bak-bak tanpa pemberian pakan. Jika suhu air akan ditingkatkan sampai optimum (25-28ºC di Jepang), harus dilakukan bertahapselama aklimatisasi. Perubahan mendadak menyebabkan tekanan fisiologik. Cacing tubificid (tubifisid) merupakan makanan terbaik bagi pemeliharaan awal elver. Untuk beberapa hari, cacahan tubificiddiberikan disekeliling dinding bak, sehingga semua elver memperoleh kesempatan untuk memangsa ransum yang tersedia. Setelah itu, area pemberian pakan dipersempit sampai pakan hanya diberikan sepanjang satu penampangdinding. Dengan cara ini, anak Sidhat dilatih untuk makan di tempat dan waktu yang telah ditentukan. Dalam waktu dua sampai empat minggu, ransum makanan diberikan dua kali sehari, subuh dan petang hari, pada suatu tempat berpenarangan lampu 20-40 watt. Waktu makan secara perlahan dialihkan ke siang hari. Meski Sidhat telah terbiasa makan siang hari, pakan tetap diberikan dua atau tiga kali sehari selama dua sampai tiga bulan. Setelah dua atau tiga minggu dari awal pemberian pakan, cacahan daging ikan dan pakan buatan mulai dicampur dengan cacing tubificid. Jumlah pakan buatan dalam pakan campuran tersebut ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai akhirnya hanya pakan buatan yang diberikan. Beberapa peternak tetap memberikan campuran cacahan ikan dan pakan buatan sampai Sidhat berbobot 1g. Ketika Sidhat masih kecil, pasta makanan disediakan agak lunak. Setelah Sidhat tumbuh lebih besar, diberikan pasta agak padat. Padat penebaran elver biasanya berkisar antara 150g/m² dan 300g/m². Kelulushidupan elver sampai berat tubuh 1g adalah 80-90%. PEMBESARAN Setelah anak Sidhat dapat menerima ransum makanan yang terdiri dari pakan buatan saja, pemilahan Sidhat pertama kali dilakukan. Semua Sidhat dari dalam bak dikumpulkan melalui pipa pengeluaran ke dalam keranjang dan dipindahkan ke jaring kurung kecil di bak lain. Sidhat yang besar dipisahkan, yang lebih kecil dipindahkan ke bak-bak budidaya untuk pembesaran lebih lanjut. Kemudian, pemilahan dilakukan setiap 40 hari. Pemilahan yang sering dilakukan memiliki beberapa manfaat, yaitu memungkinkan mengetahui persediaan Sidhat yang dibudidaya, meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi kemungkinan pakan yang tersisa, memungkinkan pengamatan kondisi Sidhat secara cermat, dan dapat benar-benar membersihkan bak-bak budidaya. Adonan pakan buatan, kini, diberikan satu kali sehari sebanyak 1-3% berat total tubuh dalam bak budidaya. Kepadatan ideal untuk Sidhat berbobot 10g adalah 3 sampai 6 kg/m² dan untuk Sidhat besar, 9-21kg/m². Sisa bahan organic yang tertimbun di pusat bak karena pergerakan air harus dibersihkan dengan cara disedot setiap pagi dan sore. Pengelolaan air budidaya dilakukan dengan cermat sepanjang musim dingin untuk menjaga air tetap bersih dan hangat (dengan memanaskan air sampai suhu optimal), sementara pergantian air dilakukan sesedikit mungkin untuk efisiensi biaya pemanasan. * PANEN DAN PEMASARAN Setelah lima bulan dibudidaya, Sidhat yang tumbuh cepat telah mencapai ukuran jual. Sidhat tersebut tetap dapat dipanen untuk dipasarkan. Sidhat yang dipanen diletakkan di dalam keranjang plastik. Keranjang ini diletakkan di dalam bak berisi air dengan sirkulasi. Pakan tidak diberikan selama satu hari sebelum pengangkutan ke pasar. Untuk pengangkutan selama lima sampai 10 jam dapat digunakan keranjang plastik, yaitu 10 keranjang yang berisi 4-5kg Sidhat ditumpuk dan air dingin dipancurkan di atas tumpukan keranjang tersebut. Satu keranjang berisi 1-2kg es batu kemudian diletakkan di atas tumpukkan tersebut. Tumpukkan tadi kemudian dimuat ke atas truk dengan ditutup kain kanvas. Untuk jarak jauh, yang memerlukan waktu 20 sampai 30 jam, Sidhat dikemas dalam kantong plastik lapis dua berkapasitas 8 liter, diisi 1-2 liter air, 0,5-1kg es batu dan gas oksigen. Satu kantong dapt diisi 5-10kg Sidhat. Biasanya, dua kantong dikemas dalam satu kotak Styrofoam. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar