SIDHAT SEGARA ANAKAN 3 - 海的孩子鳗鱼
Konservasi dan Pengendalian Daya Rusak Laguna Segara AnakanBALAI DATA DAN INFORMASI SDA DINAS PSDA PROVINSI JAWA BARAT Jl. Braga No. 137 Bandung Segara Anakan adalah sebuah laguna yang terletak di Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah. Dari perspektif Lingkungan Hidup, Laguna tersebut merupakan suatu ekosistem unik yang terdiri dari badan air (laguna) bersifat payau, hutan mangrove dan lahan rendah yang dipengaruhi pasang surut. Ekosistem tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan udang dan ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis reptil dan mamalia serta berbagai jenis flora. Dari perspektif Sumber Daya Air, Laguna tersebut termasuk dalam DAS Segara Anakan yang merupakan bagian hilir dari wilayah sungai Citanduy Laguna Segara Anakan mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu sebagai muara sungai Citanduy, sungai Cibeureum, sungai Palindukan, sungai Cikonde dan sungai-sungai lainnya yang berpengaruh besar terhadap kelancaran fungsi sistem drainasi daerah irigasi Sidareja-Cihaur seluas 22.500 ha (Kab. Cialacap), daerah irigasi Lakbok Selatan seluas 4.050 ha dan daerah irigasi Lakbok Utara seluas 6.700 ha (Kab. Ciamis) serta sistem pengendalian banjir Wilayah Sungai Citanduy. Degradasi Luas Segara AnakanTingginya laju pendangkalan akibat sedimentasi sungai Citanduy serta drainase yang buruk dan dipengaruhi pasang surut Samudra Indonesia berdampak pada berkurangnya luas perairan segara anakan yang mempengaruhi luas daerah pemijahan ikan. Secara perekonomian masyarakat, kerusakan ekosistem menyebabkan penduduk kesulitan menangkap ikan sehingga produksi perikanan menurun. Permasalahan besar di segara anakan adalah berkurangnya tampungan air sekaligus penumpukan air di atas muara sehingga banjir pada hilirnya. Indikasi Degradasi Luasan Segara AnakanPermasalahan banjirTarget pengurangan luas genangan banjir dari 20.700 ha menjadi 2.000 ha, ternyata saat ini tidak dapat dicapai lagi (data banjir tahun 1996, luas genangan 11.695 Ha bahkan pada tahun 2000 luasan genangan mencapai ±14.000 Ha). Penyebab banjir diantaranya adalah :
Pengendalian Daya Rusak Air Wilayah Sungai Citanduy yang dilaksanakan sejak tahun 1976 sesuai dengan Masterplan Citanduy tahun 1975, selama ini lebih banyak difokuskan pengendalian banjirnya di daerah hilir sungai Citanduy yang mengalami banjir dan genangan sepanjang tahunnya. Daerah bagian hilir sungai Citanduy merupakan daerah floodplan sungai Citanduy atau daerah aluvial yang membentang dari kota Banjar hingga muara di Segara Anakan. Erosi dan Sedimentasi Segara AnakanTabel 1. Jumlah sedimen yang mengendap di Laguna Segara Anakan
Sumber : ECI, 1994 Tabel 2. Luas Areal berdasarkan Kelas Erosi (Erosi Aktual) di WS Citanduy
Sumber: a) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cimanuk Citanduy, 2004 b) Sub Balai Rehabilitasi Lahan & Konservasi Tanah, DAS Citanduy-Cisanggarung, 1999 c) Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Cimanuk Citanduy, 2000 d) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cimanuk Citanduy, 2002 e) Sub Balai Rehabilitasi Lahan & Konservasi Tanah, DAS Citanduy-Cisanggarung,1999 f) Sub Balai Rehabilitasi Lahan & Konservasi Tanah, DAS Citanduy-Cisanggarung, 1993 Tabel 3. Prediksi nilai sedimentasi berdasarkan fungsi kawasan di WS. Citanduy
Sumber: a) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cimanuk Citanduy, 2004 b) Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, DAS Citanduy-Cisanggarung, 1999 c) Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Cimanuk Citanduy, 2000 d) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cimanuk Citanduy, 2002 e) Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, DAS Citanduy-Cisanggarung, 1999 f) Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, DAS Citanduy-Cisanggarung, 1993 Kewenangan Badan pengelolaBeberapa badan / instansi yang mengelola Kawasan Segara Anakan, diantaranya : Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (BPKSA) PT. Perhutani, mengelola beberapa kasawasan hutan di Kabupaten Cilacap Departemen Kehakiman dan HAM, mengelola Pulau Nusakambangan. Upaya Pengendalian Daya Rusak Air DAS Segara Anakan1. STRUKTURAL✻ Alternatif I (Memperbesar Kapasitas Sistem di Bagian Hilir)Meninggikan tanggul Sungai Citanduy dan Sungai Cikawung mulai dari pelimpah Wanareja ke hilir Bendung Manganti. ✻ Alternatif II (Pengurangan Debit Puncak)
✻ Alternatif III (Melayani Debit Banjir)
2. Non STRUKTURAL✻ Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
✻ Pengendalian dan Pengelolaan Dataran Banjir (Flood Zoning) |
No. | Tahun | Luas Hutan Mangrove (Ha) |
1 | 1974 | 15.551 |
2 | 1978 | 10.975 |
3 | 1994 | 8.975 |
4 | 1998 | 8.892 |
5 | 2003 | 8.506 |
Sumber : BPKSA, Cilacap, 2006
Program aquakultur merupakan program percontohan sebagai alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat. Implementasi aquakilutur berupa pembuatan kolam perkembangbiakan udang dan ikan melalui penerapan teknologi dan manajemen yang baik. Diharapkan program ini dapat merangsang sektor swasta untuk ekstensifikasi 180 ha kolam dan diharapkan Pemda Cilacap dapat mengontrol kegiatan aquakultur 200 Ha. Program percontohan aquakultur telah selesai sebelum terealisasinya sudetan, sehingga kualitas air kolam tetap jelek, dan program mengalami kegagalan karena masyarakat merasa terpaksa untuk berpartisipasi dan pemilihan lokasi kolam tidak terseleksi dengan baik.
Konservasi lahan dengan target semula 5.000 Ha memberikan hasil yang melampaui, berupa 8.800 Ha areal yang terdegradasi di Cimeneng dan Cikawung, serta 500 Ha di upper catchment Ciseel telah direhabilitasi kembali. Pemerintah daerah Ciamis kemudian melanjutkan reforestasi seluas 7.000 Ha. Hasil ini masih sangat jauh dari luas lahan konservasi yang diharapkan jika merujuk pada UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan : luas penutupan lahan ideal berupa hutan, baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan minimal 30 % dari luas DAS. Di sisi lain, untuk melihat hasil / perbedaan yang signifikan dari program konservasi lahan membutuhkan waktu paling sedikit 10 tahun, merupakan waktu yang cukup lama untuk tetap mempertahankan dan menyelamakan fungsi ekologi Laguna Segara Anakan.
Luas hutan yang terdapat dalam WS. Citanduy yang terdiri dari 6 Sub DAS hanya berjumlah 223,24 Km2 atau 4,86 % dari luas total WS Citanduy (4.588,88 Km2)
Menurut UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pada Pasal 18 Ayat 2 : luas penutupan lahan ideal berupa hutan, baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan minimal 30 % dari luas DAS, dengan sebaran yang proporsional. Maka paling tidak luas total hutan negara dan hutan rakyat yang terdapat di WS. Citanduy adalah minimal 1.376,66 Km2, suatu jumlah yang sangat besar dibandingkan luas hutan saat ini (6,17 kali dari 223,24 km2)
Menurut UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pada Pasal 18 Ayat 2 : luas penutupan lahan ideal berupa hutan, baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan minimal 30 % dari luas DAS, dengan sebaran yang proporsional. Maka paling tidak luas total hutan negara dan hutan rakyat yang terdapat di WS. Citanduy adalah minimal 1.376,66 Km2, suatu jumlah yang sangat besar dibandingkan luas hutan saat ini (6,17 kali dari 223,24 km2)
Komponen C (Capacity Building) oleh Pemerintah Kabupaten Cilacap
✻ Pembentukan BPKSA (Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan, setingkat eselon II B)
Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 28 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Organisasi dan tata Kerja Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan. Badan Pengelola adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan merencanakan dan melaksanakan pengelolaan Segara Anakan secara mandiri dan bersifat swadana. Pengertian Pengelolaan Kawasan Segara Anakan adalah memberdayakan sumber daya alam yang ada di kawasan Segara Anakan dengan tetap melindungi fungsi ekologis untuk membiayai konservasi dan pembangunan kawaan tersebut secara mandiri.
Dengan terbentuknya Badan Pengelola, diharapkan upaya konservasi dan action plan penyelamatan diharapkan dapat lebih sistematis mencakup upaya ekologi dan pemberdayaan masyarakat. Permasalahan kewenangan karena kawasan Segara Anakan lintas propinsi (Jawa Barat dan Jawa Tengah) serta kewenangan pengelolaan antara Pemkab Cilacap dan Perhutani serta Departemen Kehakiman dan HAM (pengelola kawasan Nusakambangan) diharapkan tidak menimbulkan egoisme sektoral dan overlapping job description, mengingat strategisnya kawasan Segara Anakan yang mencakup Nusakanbangan di dalamnya, yang oleh Pemkab Cilacap diperuntukkan bagi kawasan konservasi.
Dengan terbentuknya Badan Pengelola, diharapkan upaya konservasi dan action plan penyelamatan diharapkan dapat lebih sistematis mencakup upaya ekologi dan pemberdayaan masyarakat. Permasalahan kewenangan karena kawasan Segara Anakan lintas propinsi (Jawa Barat dan Jawa Tengah) serta kewenangan pengelolaan antara Pemkab Cilacap dan Perhutani serta Departemen Kehakiman dan HAM (pengelola kawasan Nusakambangan) diharapkan tidak menimbulkan egoisme sektoral dan overlapping job description, mengingat strategisnya kawasan Segara Anakan yang mencakup Nusakanbangan di dalamnya, yang oleh Pemkab Cilacap diperuntukkan bagi kawasan konservasi.
✻ Persiapan dan administrasi pelatihan dan public awareness
- Penetapan tata guna lahan melalui perda dan sosialisasi kepada masyarakat, implementasi dan pemberian sanksi hukum.
- Pelaksanaan program monitoring dan pengawasan lingkungan.
- Pembentukan Lembaga Konservasi Desa (LKD)
Lembaga ini berfungsi sebagai lembaga koordinasi dan konsultasi kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan di tingkat desa. Personil LKD dinetuk oleh dan terdiri dari masyarakat desa yang bersangkutan dengan fasilitas dan bimbingan petugas lapangan. - Pengembangan Kelembagaan Pengelola Daerah Tangkapan Air (DTA)
Lembaga Pengelola DTA mempunyai fungsi dan peran yang hampir identik dengan LKD, hanya cakupan wilayahnya lebih luas. Jika LKD bergerak dalam lingkup desa, LP DTA bergerak dalam satuan hidrologi : lintas desa, lintas kecamatan, bahkan lintas kabupaten. - Kesepahaman dan kerja sama antar instansi
- Konsep pengelolaan DAS merupakan konsep yang holistik, dan mengenal batas alam hidrologis, tidak mengenal sekat-sekat batas administrasi, penguasaan lahan, jenis pemggunaan lahan, dan orientasi pemanfaatn lahan. Mewujudkan DAS yang lestari tidak dapat dicapai dengan aksi oleh satu aktor saja, tetapi kerjasama yang padu dan kesepahaman dalam visi, program yang terintegrasi dan aksi lapangan yang sinergi merupakan kunci tercapainya tujuan pengelolaan DAS.
Referensi :
1. Dep.PU Dirjen SDA IPK PWS Citanduy-Ciwulan, 2006, Rencana Teknis Penyelamatan Laguna Segara Anakan dalam Perspektif Pengelolaan SDA
2. PT. Aditya Engineering Consultant, 2007, Penyusunan Pola Pengelolaan SDA WS. Citanduy-Ciwulan
3. Program Magister PSDA-ITB Kerjasama Dep. PU FTSL ITB Bandung, 2007,Laporan Group Work: Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy Studi Kasus Pengembangan Kawasan Segara Anakan.
2. PT. Aditya Engineering Consultant, 2007, Penyusunan Pola Pengelolaan SDA WS. Citanduy-Ciwulan
3. Program Magister PSDA-ITB Kerjasama Dep. PU FTSL ITB Bandung, 2007,Laporan Group Work: Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy Studi Kasus Pengembangan Kawasan Segara Anakan.
http://psda.jabarprov.go.id/data/arsip/KONSERVASI%20DAN%20PDRA%20Segara%20Anakan.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar