Desa Panikel, Cilacap dijadikan lokasi percontohan pemeliharaan benih ikan sidat, ikan yang pasarnya di dunia mencapai ratusan ribu ton per tahun dan Indonesia sangat potensial menjadi pemasok.

"Potensial tapi belum dikenal masyarakat," kata peneliti kelautan dari BPPT Iwan Eka Setiawan pada sosialisasi Kegiatan Program Difusi Teknologi Pemeliharaan Benih Ikan Sidat Teradaptasi di Cilacap, Selasa.

Potensi besar itu, ujarnya, karena ikan sidat (Anguilla sp) membutuhkan lokasi laut dalam untuk bertelur, di sisi lain juga membutuhkan air payau dan tawar ketika tumbuh dewasa sehingga sangat cocok dengan kondisi alam maritim Indonesia.

"Khususnya di sepanjang pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatra, pesisir Sulawesi dan perairan Ambon, tempat penyebaran 12 dari 18 spesies ikan sidat yang ada di dunia," katanya.

Salah satu lokasi yang dinilai cocok dijadikan kawasan budidaya ikan sidat, menurut dia, adalah kawasan laguna Segara Anakan, Kabupaten Cilacap dengan jenis unggulan Anguilla bicolor yang mirip dengan spesies Anguilla japonica yang sangat disukai di Jepang.

Jepang, menurut peneliti aquakultur BPPT Dedy Yaniharto, merupakan konsumen ikan sidat terbesar dunia, setiap tahunnya membutuhkan 150 ribu ton dari 250 ribu ton kebutuhan dunia, padahal produksi negara sakura itu hanya 21 ribu ton per tahun.

Ia menyesalkan nelayan Indonesia belum mengenal nilai ekonomi ikan yang bentuknya seperti ular ini sehingga hanya menjualnya saat ikan ini masih berbentuk glass eel dan elver yang masih sebesar korek api dan sangat murah.

"Kalau sudah berbentuk ikan sidat dewasa yang ukuran di atas 100 gram, di Jepang harganya bisa Rp90 ribu satu porsi atau seekornya," katanya sambil menambahkan sudah banyak investor Jepang dan China yang berminat.

Sementara itu peneliti biologi BPPT Dr. Odilia Rovara menambahkan, budidaya ikan sidat perlu digencarkan, mulai pendederan hingga pembesaran, untuk mengembangkan potensi daerah dan menambah pendapatan nelayan. (T.D009/B/Z003/Z003) h