SIDHAT SEGARA ANAKAN 7 - 海的孩子鳗鱼
BPPT Sosialisasikan Program Difusi TeknologiPemeliharaan Benih Sidat Segara AnakanKawasan Segara Anakan merupakan ekosistem unik bagi siklus hidup ikan sidat untuk tumbuh dan berkembang. Namun terjadinya sedimentasi di laguna Segara Anakan menyebabkan terganggunya populasi biota perairan termasuk ikan sidat, sehingga perlu dilakukan konservasi agar tidak terjadi kelangkaan. Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Cilacap bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mengadakan Sosialisasi Program Difusi Teknologi Pembesaran Benih Ikan Sidat Kawasan Segara Anakan, Selasa (11/5) di Kantor Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan. BPPT digandeng Pemkab Cilacap, karena telah berhasil membuat paket teknologi pembenihan dan pemeliharaan ikan sidat ukuran 50 gram dengan bahan baku pakan dari material lokal yang mudah didapat dan murah. Teknologi inilah yang akan diterapkan di Kawasan Segara Anakan tepatnya di Desa Panikel Kecamatan Kampung Laut. Selain mengadaan Sosialisasi, Program Difusi Teknologi Pembesaran Benih Ikan Sidat juga akan melatih pegawai atau tenaga lapangan yang nantinya akan memantau atau mengawasi kegiatan lapangan secara berkelanjutan; serta Penyiapan Bangunan Pusat benih Ikan Sidat di Desa Panikel Kecamatan Kampung Laut. Kegiatan sosialisasi rencananya akan menghadirkan pembicara dari BPPT, antara lain Dr. Odilia Rovara, M.Si yang akan menyampaikan materi Mengenal Sumberdaya Ikan Sidat; Ir. Iwan Eka Setiawan, M.Si dengan materi Peluang Usaha Sumberdaya Ikan Sidat di Kawasan Segara Anakan; dan Ir. Dedy Yaniharto, M.Sc yang akan menyampaikan materi Tahapan Program Difusi Alih Teknologi Pemeliharaan Benih Ikan Sidat Teradaptasi di Segara Anakan. (vb) |
Ikan Sidat Laut di Segara AnakanDi Ambang KepunahanSidat laut yang banyak diburu pemilik restoran Jepang kini di ambang kepunahan. Hal itu dikemukakan oleh staf Pusat Studi Kebijakan Lingkungan (PSKL) Pusaka, Cilacap. Disebutkannya, ikan yang berkembang biak di laut selatan sekitar Segara Anakan itu termasuk dari 45 jenis ikan yang terancam punah. Kepunahan beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi terjadi seiring dengan menurunnya kualitas kawasan pembiakan di Laguna Segara Anakan. Menurut Direktur PSKL Pusaka, Chabibul Barnabas, ada sekira 45 jenis ikan yang terancam punah. Kepunahan ikan-ikan tersebut bukan hanya akibat eksploitasi manusia, namun juga sebagai dampak menurunnya kualitas laguna Segara Anakan. “Dari observasi yang kita lakukan di laguna tersebut, ada kecenderungan sekira 45 jenis ikan itu akan punah,” tutur Chabibul, kemarin. Menurutnya, ancaman kepunahan ikan-ikan tersebut sudah masuk kategori serius. Hal ini disebabkan laguna tersebut sudah tidak memberikan kenyamanan bagi ikan-ikan untuk berkembang biak. Untuk mengembalikan keadaan laguna seperti semula, pemerintah diminta segera merealisasikan projek penyodetan Sungai Citanduy yang terkatung-katung selama lima tahun. Ikan eliteSejumlah nelayan menyebutkan, ikan sidat bentuknya seperti belut, dan termasuk ikan elite karena harganya sangat mahal. Ikan yang hidup di air tawar menjadi menu favorit restoran Jepang di Jakarta. Harga ikan Sidat mencapai Rp 100.000,00 per porsi.Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Dr. Rubijanto Misman, mengatakan, kelezatan ikan Sidat terletak pada kandungan lemaknya. Termasuk ikan istimewa, karena sudah menjadi hewan langka dan hanya hidup di daerah tertentu seperti di Segara Anakan Cilacap. Sayangnya ikan Sidat laut sulit dibudidayakan. Sampai saat ini belum ada upaya untuk penangkaran ikan yang berkembang biak di air payau dan masa dewasanya dihabiskan di bagian hulu sungai. Sulit ditangkarkan, karena ikan ini mengalami beberapa siklus yang cukup unik. Selama migrasi, menurut Rubijanto, merupakan proses yang paling rawan. Saat itu, tingkat kematian cukup tinggi dan biasanya yang bertahan sampai ikan menjadi dewasa tidak kurang dari 40 persennya. “Untuk itulah ikan Sidat dianggap sebagai hewan yang langka. Kondisi ini diperparah dengan semakin menurunnya kualitas di kawasan Segara Anakan,” kata Rubijanto. Lumpur Sungai CitanduyMenyinggung tentang sedimentasi, Chabibul Bernabas mengatakan, sedimentasi yang terjadi di Laguna Segara Anakan sudah sangat parah. Untuk itulah, PSKL Pusaka mendesak pemerintah menyelamatkan Segara Anakan.“Laguna tersebut kini terancam hilang, akibat tingkat sedimentasi (pendangkalan) yang sangat cepat oleh lumpur yang terbawa Sungai Citanduy serta beberapa sungai kecil lainnya,” tutur Chabibul. Sedangkan 250.000 meter kubik lainnya dari beberapa sungai kecil yang bermuara di Segara Anakan, antara lain Sungai Cimeneng, Cibeureum, dan Cikonde. “Dampak sedimentasi tidak hanya pendangkalan dan penyempitan laguna, tetapi juga hilangnya potensi ikan, udang serta berbagai jenis biota laut di pesisir selatan Pulau Jawa,” ujarnya. Selain itu, lanjut dia, sedimentasi telah mengakibatkan terbentuk pulau-pulau kecil di perairan itu. Pulau-pulau tersebut bermunculan secara sporadis di kawasan laguna. Bahkan, ada sebuah pulau yang terbentuk akibat sedimentasi selama 30 tahun lebih dan kini berubah menjadi daratan yang menyatu dengan Pulau Nusakambangan. Dia mengatakan, sedimentasi yang begitu cepat menunjukkan telah terjadi degradasi lingkungan/ekosistem pada daerah hulu hingga sepanjang daerah aliran Sungai (DAS) Citanduy dan sungai-sungai kecil lainnya. Akibatnya, kualitas dan kuantitas komponen ekosistem, baik hayati maupun nonhayati menurun drastis. Kampung LautMenurut staf peneliti Pusaka, Dahman Aspari, kondisi perairan Segara Anakan saat ini berbeda jauh dibanding Segara Anakan 20 tahun lalu.Segara Anakan yang sebelumnya mampu menghidupi belasan ribu nelayan di Kampung Laut dan sekitarnya, kini berubah menjadi perairan yang tidak lagi memiliki potensi (kekayaan) seperti aneka jenis ikan dan udang.. (A-99/A-100) Sumber: Pikiran Rakyat http://www.agromaret.com/artikel/89/di_ambang_kepunahan_ikan_sidat_laut_di_segara_anakan |
Panikel adalah sebuah desa di kecamatan
Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia.
Desa Panikel Cilacap JadiPercontohan Budidaya Sidat Desa Panikel, Cilacap dijadikan lokasi percontohan pemeliharaan benih ikan sidat, ikan yang pasarnya di dunia mencapai ratusan ribu ton per tahun dan Indonesia sangat potensial menjadi pemasok. "Potensial tapi belum dikenal masyarakat," kata peneliti kelautan dari BPPT Iwan Eka Setiawan pada sosialisasi Kegiatan Program Difusi Teknologi Pemeliharaan Benih Ikan Sidat Teradaptasi di Cilacap, Selasa. Potensi besar itu, ujarnya, karena ikan sidat (Anguilla sp) membutuhkan lokasi laut dalam untuk bertelur, di sisi lain juga membutuhkan air payau dan tawar ketika tumbuh dewasa sehingga sangat cocok dengan kondisi alam maritim Indonesia. "Khususnya di sepanjang pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatra, pesisir Sulawesi dan perairan Ambon, tempat penyebaran 12 dari 18 spesies ikan sidat yang ada di dunia," katanya. Salah satu lokasi yang dinilai cocok dijadikan kawasan budidaya ikan sidat, menurut dia, adalah kawasan laguna Segara Anakan, Kabupaten Cilacap dengan jenis unggulan Anguilla bicolor yang mirip dengan spesies Anguilla japonica yang sangat disukai di Jepang. Jepang, menurut peneliti aquakultur BPPT Dedy Yaniharto, merupakan konsumen ikan sidat terbesar dunia, setiap tahunnya membutuhkan 150 ribu ton dari 250 ribu ton kebutuhan dunia, padahal produksi negara sakura itu hanya 21 ribu ton per tahun. Ia menyesalkan nelayan Indonesia belum mengenal nilai ekonomi ikan yang bentuknya seperti ular ini sehingga hanya menjualnya saat ikan ini masih berbentuk glass eel dan elver yang masih sebesar korek api dan sangat murah. "Kalau sudah berbentuk ikan sidat dewasa yang ukuran di atas 100 gram, di Jepang harganya bisa Rp90 ribu satu porsi atau seekornya," katanya sambil menambahkan sudah banyak investor Jepang dan China yang berminat. Sementara itu peneliti biologi BPPT Dr. Odilia Rovara menambahkan, budidaya ikan sidat perlu digencarkan, mulai pendederan hingga pembesaran, untuk mengembangkan potensi daerah dan menambah pendapatan nelayan. (T.D009/B/Z003/Z003) h |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar