Dinas Kelautan Perikanan dan Pengelola Sumber Daya Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, terus mengupayakan penyelamatan kawasan laguna Segara Anakan yang rusak akibat sedimentasi dari Sungai Citanduy.

"Salah satu kegiatan yang kami lakukan adalah pembinaan konservasi kawasan sumber daya perairan khususnya laguna Segara Anakan," kata Sekretaris DKP dan PSKSA Kabupaten Cilacap Supriyanto di Cilacap, Jumat.

Menurut dia, kegiatan yang melibatkan masyarakat dan sejumlah instansi terkait ini merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan Segara Anakan termasuk masalah penggunaan jaring apung di kawasan laguna tersebut.

Dalam hal ini, kata dia, pihaknya berupaya agar para nelayan jaring apung dapat beralih pekerjaan karena penggunaan alat penangkap ikan tersebut dapat merusak ekosistem.

"Laguna merupakan kawasan pemijahan ikan dan biota lainnya. Kalau itu terganggu, dapat berdampak pada penurunan produksi perikanan," katanya.

Terkait penanganan kawasan laguna Segara Anakan, dia mengatakan, Sekretariat Negara (Setneg) telah memberikan respons terhadap surat dari Gubernur Jawa Tengah yang ditujukan kepada Presiden RI beberapa waktu lalu.

Dalam hal ini, kata dia, Setneg telah menerjunkan tim untuk melakukan penyelidikan penanganan Segara Anakan dari aspek pekerjaan umum (PU).

"Terutama dari segi pengendalian sedimentasi," kata dia yang pernah menjabat Kepala Kantor Pengelola Sumber Daya Kawasan Segara Anakan (KPSKSA) Kabupaten Cilacap sebelum digabung menjadi DKP dan PSKSA.

Disinggung mengenai kemungkinan dilakukan pengerukan terhadap material lumpur di Segara Anakan, dia mengatakan, hingga saat ini belum ada rencana tersebut.

Kendati demikian, dia mengatakan, sebelumnya pernah ada rencana pengerukan di Segara Anakan tetapi akhirnya batal dilaksanakan.

Menurut dia, hal itu disebabkan pada saat proses penyusunan kajian awal tidak ada rekanan yang mendaftar.

Kondisi laguna Segara Anakan terus menyempit karena berdasarkan data DKP dan PSKSA Kabupaten Cilacap, luas laguna yang semula 6.460 hektare (pada 1903) menyusut menjadi 700 hektare akibat endapan lumpur dari Sungai Citanduy dan Sungai Cimeneng.

Laju sedimentasi tersebut banyak disumbang oleh Sungai Citanduy yang bermuara di Segara Anakan yang mencapai sekitar 760.000 meter kubik lumpur per tahun dan sisanya dari Sungai Cimeneng.

Berdasarkan pantauan ANTARA di ujung barat Segara Anakan yang dikenal dengan sebutan Plawangan Barat, kedalaman air hanya sebatas pinggang orang dewasa akibat banyaknya material sedimentasi.

Bahkan, kapal motor dapat kandas di tempat tersebut jika nahkodanya tidak memahami jalur pelayaran di Segara Anakan bagian barat, seperti yang dialami KM Pengayoman III milik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia saat membawa rombongan Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih menuju kawasan Nusakambangan Barat.